Federasi Serikat Pekerja BUMN Indonesia Raya (FSP BUMN IRA) melakukan audiensi dengan Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI "untuk menyampaikan permasalahan yang dihadapi para karyawan dan pensiunan PT Indofarma serta anak perusahaannya, PT Indofarma Global Medika (IGM). Dalam pertemuan ini, FSP BUMN IRA mengadukan pemotongan hak-hak karyawan yang sudah terjadi selama hampir dua tahun, termasuk gaji yang tidak dibayarkan penuh dan belum dibayarkannya pesangon serta hak pensiun para karyawan yang sudah purna tugas.
Sekretaris Jenderal FSP BUMN IRA, Ridwan Kamil, menjelaskan bahwa hak-hak karyawan dan pensiunan yang belum dibayarkan nilainya mencapai lebih dari Rp 200 miliar. Hak pensiun yang belum dibayar mencapai Rp 75 miliar terdiri dari Rp 50 miliar untuk pensiunan Indofarma dan Rp 25 miliar untuk pensiunan IGM. Sementara itu, hak-hak karyawan aktif, termasuk gaji terutang, pesangon, dan tunjangan lainnya, mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Ridwan menyebut pemotongan gaji karyawan terjadi antara 10-50% sejak Januari 2024 tetapi hasil potongan tersebut tidak dibayarkan penuh, termasuk iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) yang justru tidak disetorkan meski dipotong dari gaji karyawan.
Pensiunan yang seharusnya sudah menikmati masa pensiun justru terpaksa harus bekerja kembali, ada yang bahkan menjadi ojek online atau pedagang keliling demi memenuhi kebutuhan hidup mereka. Ketua Pensiunan IGM, Jusup Imron Danu, mengungkapkan bahwa sekitar 250 pensiunan belum menerima haknya selama hampir 3 tahun, dan IGM sebagai anak usaha Indofarma sudah dinyatakan pailit, sehingga aset yang tersedia hanya Rp 23 miliar, jauh di bawah kewajiban pembayaran hak karyawan dan pensiunan yang mencapai sekitar Rp 65 miliar.
Dalam audiensi tersebut, BAM DPR RI menyatakan keprihatinannya dan mendesak adanya solusi cepat untuk menyelamatkan nasib para karyawan dan pensiunan Indofarma. BAM DPR mendorong perubahan tata kelola dan model bisnis Indofarma agar perusahaan bisa bertahan dan hak-hak pekerja terpenuhi. Solusi alternatif seperti mengundang pihak swasta untuk bekerja sama atau menyewa pabrik disebut bisa menjadi jalan keluar. Anggota BAM DPR RI menyerukan agar pemerintah, Bio Farma, dan manajemen Indofarma ikut bertanggung jawab menyelesaikan masalah ini, terutama karena ada indikasi pelanggaran serius termasuk dugaan penggelapan iuran BPJS dan DPLK.
BAM DPR RI juga menyoroti aspek kemanusiaan dari permasalahan ini, dengan anggota seperti Siti Mukaromah menyebutnya sebagai persoalan hidup dan mati yang tidak bisa ditunda. Seluruh aspirasi ini diharapkan dapat menjadi jembatan untuk mendorong Komisi VI DPR RI dan Kementerian BUMN mengambil langkah konkret agar hak-hak karyawan dan pensiunan Indofarma segera dipenuhi dan masa depan mereka terjamin.

Audiensi ini menunjukkan ketegangan yang terjadi akibat kegagalan manajemen Indofarma dalam memenuhi kewajibannya kepada karyawan dan pensiunan, dan membuka peluang penyelesaian melalui jalur hukum jika upaya mediasi tidak membuahkan hasil. Namun, para pekerja dan pensiunan masih menaruh harapan besar agar pemerintah dan semua pihak terkait bersungguh-sungguh mencari solusi demi keadilan dan kelangsungan hidup mereka.